Menggali Potensi Lokal, Menjaga Hutan Tetap Lestari

Dari Tembawang hingga Bischo: Cerita Kolaborasi Sintang dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan

Hutan Indonesia luasnya mencapai sekitar 125,7 juta hektare. Tapi, sudahkah kita benar-benar memanfaatkannya secara bijak dan berkelanjutan?

Berbicara soal hutan memang tak ada habisnya. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terluas di dunia. Namun, sayangnya, masih banyak kawasan hutan yang belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan sebagian di antaranya mengalami kerusakan karena eksploitasi yang tidak terkontrol.

Untuk menjawab tantangan ini, berbagai upaya terus dilakukan. Salah satunya datang dari inisiatif Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL)—asosiasi yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten, untuk mendorong pembangunan yang menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kolaborasi Kabupaten Lestari untuk Indonesia

Saat ini, LTKL terdiri dari 9 kabupaten anggota di 6 provinsi. Melalui pendekatan kolaboratif, LTKL melibatkan berbagai pihak—masyarakat adat, pelaku usaha, akademisi, hingga organisasi masyarakat sipil—dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

LTKL di 9 Kabupaten | Source: facebook.com/kabupatenlestari

Salah satu anggota Kabupaten Lestari yang menjadi contoh nyata adalah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di daerah ini, pendekatan pembangunan tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan ekosistem alam dan budaya lokal.

Bagi masyarakat adat di Sintang, hutan bukan sekadar kumpulan pohon—melainkan sumber kehidupan dan identitas. Mereka menjaga hutan dengan pengetahuan turun-temurun, seperti sistem berladang berpindah, serta pemetaan wilayah adat untuk memastikan kelestarian ekosistem tetap terjaga.

“Melestarikan hutan tidak harus mengorbankan penghidupan.”

Tembawang: Warisan Leluhur, Hutan Pangan Masa Depan

Salah satu bentuk kearifan lokal yang terus dipertahankan adalah sistem Tembawang. Bagi masyarakat Dayak, Tembawang adalah hutan pangan warisan leluhur—lahan bekas ladang yang kemudian ditanami beragam tanaman bermanfaat seperti pohon buah-buahan, kayu, tanaman obat, hingga tanaman pangan.

Ritual Adat Tembawang | Source: ruai.tv/sanggau

Sistem ini bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga menciptakan ketahanan pangan bagi masyarakat. Beberapa tanaman lokal yang berasal dari Tembawang antara lain Sengkubak, Liak (jahe), Padi lokal, Bawang Dayak, dan Tengkawang. Semua dikelola tanpa harus merusak struktur ekosistem hutan.

Inovasi dari Sungai Kapuas: Biskuit Ikan Gabus untuk Cegah Stunting

Hutan bukan satu-satunya sumber daya alam yang diberdayakan di Sintang. Sungai Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia, juga memainkan peran penting sebagai sumber kehidupan. Di dalamnya terdapat lebih dari 700 spesies ikan air tawar, salah satunya adalah Ikan Gabus—ikan lokal yang kaya manfaat.

Melalui inisiatif Semesta Sintang Lestari, Ikan Gabus diolah menjadi produk inovatif bernama Bischo—biskuit bayi dan anak yang tinggi protein serta mengandung omega 3, 6, dan 9. Produk ini dikembangkan sebagai upaya pencegahan stunting berbasis bahan lokal.

Bischo – Olahan Ikan Gabus | Source: Dok. Pribadi

Hingga kini, lebih dari 10.000 bungkus Bischo telah didistribusikan kepada anak-anak di Sintang, bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sintang. Ini menjadi bukti bahwa pengelolaan sumber daya alam bisa menghadirkan solusi nyata bagi masalah kesehatan dan gizi.

Penutup: Menjaga Hutan Lewat Akar Budaya dan Inovasi

Apa yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Sintang menunjukkan bahwa kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat bukan dua hal yang bertolak belakang. Melalui kolaborasi, inovasi lokal, dan pelestarian budaya, pembangunan lestari bukan hanya mungkin—tapi sudah nyata terjadi.

Saatnya kita belajar dari mereka:
✅ Menghargai kearifan lokal.
✅ Memanfaatkan sumber daya dengan bijak.
✅ Dan menjadikan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

“Karena menjaga hutan bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis.
Tapi tanggung jawab kita semua.”

#EcoBloggerSquad

Cheers,

Jastitahn

22 thoughts on “Menggali Potensi Lokal, Menjaga Hutan Tetap Lestari

  1. Aku baru tau kalau masyarakat adat menerapkan sistem Tembawang ini.
    Karena mostly dari petani pada umumnya menggarap tanah pertanian terus menerus di lokasi yang sama dan bahkan rela “mengorban” hutan demi membuka lahan pertanian baru.

    Sedih ya..
    Semoga hutan Indonesia tetap lestari dengan adanya dukungan dari masyarakat dan muda-mudi Indonesia untuk mewujudkan Kabupaten Lestari.

    Like

  2. kalau semua pihak sama-sama menjaga hutan dengan baik, maka kelestariannya bisa terjaga, bahkan sampai ke anak cucu kita mendatang

    Like

  3. Masya Allah, biskuit ikan gabusnya menarik sekali. Ini sudah dijual bebas belum ya? Semoga lekas terdistribusi dan bisa ditemukan di berbagai daerah ya kak

    Like

  4. sistem adatnya kereen di masyarakat Dayak ini mendukung kelestarian hutan dan alam. Dan kreatifitas produk makanan dari ikan gabusnya itu lho kereen banget, sangat inovatif. Dari ikan jadi biskuit ya ?

    Like

  5. keren yaa ada sebuah asosiasi Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), jadi saling mendukung dan mensupport dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan alam dan hutan di kabupaten masing-masing. Saya baru tahu ada organisasi ini.

    Like

  6. inovasinya kereen banget mengolah ikan menjadi penganan bentuk lain. Saya baru tahu lho ada sebuah organisasi bernama Lingkar Temu Kabupaten Lestari. Berjejaring untuk melestarikan alam, keren banget. Semoga hutan Indonesia tetap terjaga

    Like

  7. Ada peluang yg menjanjikan dari hutan yg tumbuh subur bahkan bisa menghidupi masyarakat yg tinggal di hutan itu. Seperti bischo dari ikan gabus ini, keren inovasinya.

    Banyak banget manfaatnya buat anak bayi nih, tertarik buat belinya biar anakku bisa mencoba makanan yg dikelola dari hutan langsung. Btw, bisa beli di ecommerce kah kak?

    Like

  8. Tulisan ini mengingatkan lagi betapa pentingnya memanfaatkan hutan secara bijak. Salut untuk inisiatif seperti LTKL yang gak hanya fokus pada pelestarian, tapi juga kesejahteraan masyarakat sekitar. Cerita tentang kolaborasi di Sintang jadi bukti nyata kalau pembangunan berkelanjutan itu mungkin kalau dilakukan bersama-sama. (seniberjalan)

    Like

  9. Tulisan ini mengingatkan lagi betapa pentingnya memanfaatkan hutan secara bijak. Salut untuk inisiatif seperti LTKL yang gak hanya fokus pada pelestarian, tapi juga kesejahteraan masyarakat sekitar. Cerita tentang kolaborasi di Sintang jadi bukti nyata kalau pembangunan berkelanjutan itu mungkin kalau dilakukan bersama-sama

    Like

  10. Asosiasi LTKL ini bener-bener memberdayakan masyarakat agar melek sama bumi dan perubahan iklim. Dan, mereka itu nggak cuma punya jargon tapi aksi. Aku jadi ngeh lho kalau tembawang ini semacam sistem bercocok tanam dari masyarakat dayak yang udah ada sejak dulu. Aku kira awalnya tembawang ini seperti tanaman, ternyata lebih ke sistem bercocok tanamnya. 😀

    Like

  11. Seneng banget kalau ada yang nulis tentang pentingnya jaga hutan. Soalnya dampaknya tuh luas banget, bukan cuma buat alam tapi juga kehidupan kita.

    Like

  12. menarik banget baca tentang Tembawang, hutan pangan warisan leluhur yang sangat berguna bagi kehidupan. Saya pernah baca tentang tengkawang, apa termasuk kedalam tanaman yang ditanam di Tembawang ini?

    Like

  13. Pernah setahun stay di Sintang, tapi gatau ada produk Bischo ini🥲🥹keren bgt dari ikan gabus jadi bisa biskuit bayi gini.

    Like

  14. Baru tau ternyata ada gerakan inisiatif yang berasal dan dikelola baik oleh konsorsium pemda. Seharusnya model inisiatif seperti ini bisa lebih banyak muncul dari internal pemda untuk bisa saling kolaborasi karena akan punya dampak yang sangat signifikan ke masing-masing daerah.

    Like

  15. Tulisan yang menarik! Saya jadi pengen tahu sejauh apa LTKL berperan dan bagaimana mereka bisa mempersatukan partner partner yang terlibat dalam menciptakan hutan lestari ini. Keren ya asosiasi ini, bahkan saya baru tau ada asosiasi ini dari tulisan mbak Jastitah. Terimakasih sudah berbagi

    Like

    1. Aku baru tau kalau masyarakat adat menerapkan sistem Tembawang ini.

      sistem ini tentu lebih ramah lingkungan ya kak

      Like

Leave a reply to farandyizaz Cancel reply