Setiap Dari Kita Memiliki Pilihan

Di zaman sekarang ini, banyak netizen dimana mana yang seakan paling tau tentang hidup kita. Selalu aja ada omongan-omongan ga mengenakan yang dilontarkan. Beberapa kali terjadi kepadaku, misalnya ketika perempuan di lingkungan tempatku udah pada nikah dan bahkan punya anak, aku masih enjoy nikmatin hidup yang aku jalanin. Traveling kesana kesini, jajan ini itu, beli barang yang dimau, dan lainnya.

Namun ga hanya sekali dua kali, banyak tetangga kalau ketemu selalu nanya “Mana nih calonnya?” “Udah punya calon belum? Emangnya ga mau nikah? Nanti keburu tua lho!” “Kapan nih jas nyusul? Si A udah punya anak tuh”. Awalnya aku merasa kesal setiap kali ada yang bertanya hal itu. Kenapa sih harus nanya gitu? Terus yaa kenapa sih kalau si A udah married, tapi aku belum?

Rasanya mengganggu sekali. Tapi seiring berjalannya waktu, aku semakin santai menjawab berbagai jenis pertanyaan serupa itu. Setiap kali ditanya aku jawab dengan senyum, “Iyaa nih, doain yaa biar segera dapat jodohnya” tanpa diambil hati seperti sebelumnya. Karena ya namanya netizen +62, emang sebenarnya suka kepo aja!

Sebagai seorang yang suka berencana, aku sudah merencanakan garis besar jalan hidupku sejak masa kuliah. Ketika lulus, aku mau fokus bekerja dulu untuk bisa jalan-jalan ke A – Z, baru setelah rasanya puas, aku menikah, dst. MasyaAllah.. ternyata kata-kata itu memang sebuah Doa ya! Rencanaku Alhamdulillah tercapai dengan indah. Aku bisa menjelajah banyak kota di Indonesia bahkan sampai ke 3 Negara sekaligus. Sampai akhirnya aku menikah di awal tahun ini. Sungguh indah proses yang aku jalani!

Lalu belakangan ini sedang ramai perbincangan mengenai childfree. Eitsss apa itu childfree? Childfree kalau dalam bahasa gampangnya yaitu pasangan yang memilih dengan sukarela untuk tidak memiliki anak.

Kalau yang aku pernah baca, katanya sih seorang public figure yang bersangkutan ini punya ketakutan tersendiri terhadap anak yang akan dilahirkan, apalagi di zaman sekarang ini. Ibaratnya sih, tanggung jawabnya kalau sebagai orang tua ga bisa didik anaknya jadi sukses dan ga berguna. Apalagi yang kita semua tau, mengurus anak itu tidak mudah. Setelah mengkomunikasikan hal tersebut kepada suaminya, mereka pun memilih childfree dan mempublikasikannya ke publik.

Secara pribadi, aku tidak mempermasalahkan apapun keputusannya. Toh ya setiap pasangan punya keinginan dan kesepakatannya nya masing-masing. Mungkin dengan begitu mereka akan merasa lebih bahagia. Aku sebagai warganet cukup “Ohh gituu”.

Sebagai seorang public figure, mempublikasikan hal tersebut ke ranah publik tentu seharusnya sudah mengetahui konsekuensi yang akan terjadi. Akan selalu ada pro dan kontra nya. Apakah dia siap merespon dan menangani hal tersebut dengan baik? Karena ya sudah pasti banyak yang mengkritik bukan?

Lalu yang akhirnya ramai terjadi ini, karena dia menanggapi komentar netizen melalui instagramnya dengan pemilihan kata-kata yang kurang baik yang mungkin untuk diterima masyarakat. Iyaa, bagiku pun rasanya kurang baik. Seakan kalimat yang disampaikan terkesan kalau orang lain harus setuju dengan pendapatnya. Kalimat itu menggunakan kata “You” alias kamu, “Kalau kamu childfree, kamu bisa xxx”. Bukan menggunakan kata “I” yang berarti “Saya” terhadap keputusannya. Namun selebihnya, aku tidak ingin memikirkannya lebih lanjut. Biarkan saja masing-masing punya pendapatnya! Xixie

Beberapa hari lalu pun aku berdiskusi singkat dengan suamiku terkait hal ini, namun jawabannya pun sama denganku. Iya, Ia tidak mempersalahkan terkait keputusannya dan statement public figure itu dan juga tidak menjadikan kami berpikir hal aneh tentang anak.

Bagi kami, anak itu sebuah anugerah sekaligus amanah dan titipan yang Tuhan berikan. Kami pun ingin memilikinya. Tapi apakah kami siap dan tidak takut? Tentu saja ketakutan pasti ada. Tapi hidup itu berproses bukan? Kalau mau naik level kehidupan, berarti harus berani dan belajar untuk mampu menangani masalah yang ada. Kalau kata suamiku, ketakutan itu sebenarnya monster yang kita ciptakan sendiri. Jadi ya jangan diciptakan donggg!

Singkat kata, bertanggung jawablah terhadap pilihanmu. Kamu boleh berpendapat apapun, tapi jangan sampai kamu memaksakan orang lain untuk mengikuti hal yang sama denganmu. Karena setiap dari kita punya pilihan, pilihan untuk hidup bahagia dan bebas dari rasa belenggu.

Cheers,

Jastitahn

Advertisement

Rumah, Tempat Untuk Pulang

Ketika membicarakan rumah, apa yang terbesit dalam benakmu?

Makna kata rumah dapat diartikan dengan dua cara. Pertama, secara harfiah rumah adalah tempat untuk kita berlindung dari panas dan hujan, dibawah sebuah atap. Kedua, ada pepatah yang mengatakan bahwa home is where the heart is, bahwa rumah selain bangunannya adalah tentang kehidupan yang berada didalamnya.

Rumah menjadi tempat untuk pulang. Kemanapun sejauh apapun kamu pergi, kamu akan selalu merindukan rumah untuk bisa melakukan apapun dengan nyaman. Entah seberapa banyak kamu bertemu orang-orang, keluarga dirumah tetaplah prioritas utama untuk kembali.

Tak hanya keluarga, sahabatpun bisa terasa seperti rumah. Walaupun mungkin setelah satu persatu mulai berumah tangga, terasa sudah jalan sendiri-sendiri dan jarang bertemu. Tapi kalau kembali bertemu dan berbincang kembali seperti dulu kala rasa nyaman tersebut masih ada. Seberapa nyaman kamu saat berada di sebuah tempat ataupun bersama orang-orang tersayang tempat tersebut terasa seperti rumah.

“Bagiku rumah adalah tempat dimana kita bisa benar-benar bebas menjadi diri sendiri. Ketika kita bisa leluasa dan tidak merasa orang asing ditempat tersebut.”

Jastitahn

Banyak orang yang memaknai arti dari kata rumah. Sebagai tempat bertumbuh, sebagai tempat berbagi cerita dan lainnya.

#1 Rumah Tempat Representasi Jati Diri

Rumah sebagai tempat kita merepresentasi jati diri. Kita semua lahir dan dibesarkan dirumah yang memiliki berbagai kondisi. Masalah selalu hadir dalam kehidupan, entah itu senang dan sedih, ragu dan kecewa, lemah dan tangguh, nangis dan putus asa, yang akhirnya membentuk diri kita menjadi seseorang. Rumah berperan penting dalam membentuk jati diri untuk membantu kita show up ke dunia. Rumah akan menjadi acuan represetatif diri kita terhadap orang lain. Karena semua berawal dari rumah, hanya tinggal bagaimana kita mau terus memperbaiki diri menjadi seseorang yang selalu lebih baik.

#2 Rumah Tempat Menghabiskan Hidup

Rumah sebagai tempat kita menghabiskan hidup. Rumah sebagai tempat ternyaman untuk berbagi cinta dan kasih sayang, tempat melepaskan lelah, dan tempat yang selalu dirindukan. Rumah yang sejuk bukan dilihat dari seberapa besar bangunannya, tapi bersama siapa kamu tinggal. Sebagian besar hidup kita dihabiskan dirumah, walaupun ketika beranjak dewasa beberapa meninggalkan rumah, entah merantau untuk belajar atau kerja ke luar kota, menikah dan tinggal sendiri, dan lainnya. Namun pada akhirnya rumah akan menjadi tempat berkumpul yang selalu dirindukan.

#3 Rumah Tempat Berkreasi

Rumah sebagai tempat kita berkreasi. Bagaimana tidak, rumah untuk kita belajar, menemukan ide dan berbagai inovasi, juga melakukan berbgaia hal kreatif. Membangun sebuah rumah bukanlah hal yang mudah. Apalagi di zaman sekarang ini, kita mengingingkan rumah yang tak hanya sekedar ingin terlihat cantik dari bangunannya, namun juga menginginkan isi rumah dengan konsep yang diimpikan agar bisa tetap produktif dan semangat didalam rumah yang menjadi tempat kita bertumbuh bersama. Juga untuk menciptakan rumah yang penuh dengan kehangatan.

Makna rumah tak hanya soal bangunan kokoh megah yang berdiri, namun juga tentang orang-orang yang bersama kita didalamnya. Apabila keduanya bisa membuat kamu nyaman, maka itu jadi salah satu hal yang patut di syukuri, karena kamu berhasil memiliki ‘rumah’ didalam rumah.

Namun untuk bisa merasa seperti rumah dan selalu memiliki tempat untuk pulang, kamu harus mengusahakan untuk bisa mengelilingi diri dengan teman-teman yang energinya tepat, sehingga bisa membuat kamu merasa nyaman.

Sudahkah kamu menemukan rumahmu?

Cheers,

Jastitahn